PENGETAHUAN
BAHAN ALAM HAYATI (PBAH)
“Vitamin
C dari Jambu Biji (Pink Guava)
Sebagai Antioksidan “
Oleh :
Elisa Hana Edy L (110013)
AKADEMI KIMIA INDUSTRI St.PAULUS
SEMARANG
2012
I.
ABSTRAK
Negara Indonesia merupakan salah satu Negara agraris
yang cukup besar dengan mata pencaharian sebagian besar masyarakatnya di bidang
pertanian dan perkebunan. Dari
pertanian dan perkebunan ini menghasilkan berbagai bahan alam yang sangat
bermanfaat bagi tubuh kita. Salah satu hasil pertanian / perkebunan yang cukup
banyak dan memiliki manfaat yang banyak pula bagi tubuh kita adalah buah jambu
biji.
Tanaman
jambu biji dapat tumbuh subur di daerah tropis dan substropis. Tanaman ini banyak tumbuh di tempat yang terbuka
dan mendapat sinar matahari secara penuh dan banyak sekali di jumpai di pekarangan rumah. Luas
areal tanaman jambu biji pada tahun 1992 sudah mendekati 60 ribu hektar yang
tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Daerah sentra tanaman jambu biji di
Indonesia adalah Jawa, Bali, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Dengan
fakta di atas, persebaran pertumbuhan jambu biji yang sangat luas tidak
sebanding dengan pengetahuan kita akan manfaat buah jambu biji bagi kita.
Sedangkan untuk memperoleh manfaat dari jambu biji ini sangat mudah, dapat
dengan cara dikonsumsi langsung
maupun dapat di jadikan produk olahan pangan.
Pada
makalah kali ini penyusun akan menjabarkan tentang peranan vitamin C jambu biji sebagai
antioksidan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jambu biji (Psidium
guajava L.) berasal dari benua Amerika yang beriklim tropis, yakni dari
Amerika Serikat, Peru, dan Bolivia. Kemudian, jambu biji tersebut menyebar ke
berbagai Negara di dunia, termasuk kawasan ASEAN.
Taksonomi tanaman jambu
biji diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium
guajava Linn.
Jambu
biji di Indonesia mempunyai beberapa nama daerah. Misalnya glima breueh (Aceh), jambu
pertukal (Sumatra), nyibu
(Kalimantan), jambu klutuk (Jawa), gojawas (Manado), jhambhu bighi (Madura), sotong
(Bali), koyaba (Sulawesi Utara), dan lutu hatu (Ambon).
Jambu
biji termasuk tanaman yang tidak begitu tinggi. Secara alamiah, jambu biji
tumbuh setinggi 5 m – 10 m. Batangnya berkayu keras, liat, dan tidak mudah
patah. Batang dan cabang – cabangnya mempunyai kulit berwarna cokelat keabu –
abuan yang kulit arinya mudah mengelotok.
Tanaman
jambu biji dapat berbuah sepanjang tahun. Bunganya termasuk bunga sempurna
(Hermaphrodite) berwarna putih. Pada saat masih muda, buah jambu biji cukup
lunak dan rasanya manis. Biji buah jambu biji sangat keras dan jumlah bijinya
ada yang banyak tetapi ada pula yang sedikit, tergantung pada jenisnya.
Kandungan
Gizi
Kandungan gizi buah jambu biji
secara lengkap dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
Tabel 1. Kandungan lengkap kadar gizi yang
terdapat dalam 100 gr jambu biji masak segar
Kandungan
|
Komposisi
|
Protein
|
0,9
gr
|
Lemak
|
0,3
gr
|
Karbohidrat
|
12,2
gr
|
Kalsium
|
14
mgr
|
Fosfor
|
28
mgr
|
Besi
|
1,1
mgr
|
Vitamin
A
|
25
SI
|
Vitamin
C
|
87
mgr
|
Air
|
86
gr
|
Total
kalori
|
49
kalori
|
Sumber : Parimin, 2012
III.
VITAMIN C DI DALAM JAMBU BIJI
Jambu biji
memiliki kandungan vitamin C yang sangat tinggi. Dari segi kandungan vitamin
C-nya, vitamin C dari buah jambu biji putih sekitar 116-190 mg, sedangkan pada
jambu biji merah adalah 87 mg per 100 gram jambu (Anonim, 2006).
Vitamin C atau asam askorbat adalah suatu senyawa
beratom karbon 6 yang dapat larut dalam air. Di dalam tubuh, vitamin C terdapat
di dalam darah (khususnya leukosit), korteks anak ginjal, kulit, dan tulang.
Vitamin C akan diserap di saluran cerna melalui mekanisme transport aktif
(Sherwood, 2000 di dalam
Lestari T. 2011).
Rumus bangun vitamin C (asam askorbat) adalah
sebagai berikut:
Gambar 1. Rumus Bangun Vitamin C
(Sumber: Lestari T. 2011)
Berikut adalah kandungan vitamin C pada beberapa
buah yang kandungan vitamin C nya cukup besar.
Tabel 2. Kandungan vitamin C dalam
beberapa buah
Buah
|
Mg
|
Jambu biji
|
87
|
Strawbery
|
75
|
Pepaya
|
74
|
Kiwi
|
68
|
Jeruk manis
|
40-70
|
Kelengkeng
|
49,82
|
Mangga masak
|
41
|
Tomat
|
40
|
Pepino
|
25,1
|
(Sumber: Ripani, 2011)
Kandungan vitamin C
jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang. Jadi, bila mengonsumsi
jambu biji saat matang akan lebih baik di bandingkan dengan setelah matang
optimal dan lewat matang. Hal ini dapat dimengerti karena terdapat perbedaan
kadar vitamin C (Parimin,
2012).
Berikut
perbandingan kandungan vitamin C per 100 gr jambu biji matang, matang optimal,
dan lewat matang.
Tabel 3. Perbandingan vitamin C per 100 gr di setiap
kondisi jambu biji
Kondisi jambu biji
|
Kadar vitamin C
|
Matang
|
150,50 mg
|
Matang optimal
|
130,13 mg
|
Lewat matang
|
132,24 mg
|
Sumber : Parimin, 2012
Metode yang digunakan untuk mendapatkan Vitamin C pada
jambu biji yaitu dapat dengan cara mengkonsumsinya secara langsung (dapat
langsung di makan) maupun dapat di buat menjadi beberapa produk olahan pangan
(jus, puding, dll).
IV.
MANFAAT
A. Manfaat
umum
Berdasarkan pada kandungan jambu biji beberapa manfaat sebagai berikut (Parimin, 2012):
Jambu biji kaya
akan serat khususnya pectin (serat larut air) yang dapat menurunkan kolesterol dengan
cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu
pengeluarannya.
Jambu biji
mengandung tanin yang menimbulkan rasa sepat pada buah, tapi bermanfaat
memperlancar sistem pencernaan dan sirkulasi darah serta menyerang virus. Jambu
biji juga mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut
jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi ke sel
tubuh, serta menurunkan kadar kolesterol total dan tekanan darah tinggi
(hipertensi).
Dalam jambu biji
juga ditemukan likopen, yaitu zat karotenoid (pigmen penting dalam tanaman)
yang terdapat dalam darah serta memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat
memberikan perlindungan pada tubuh dari beberapa jenis kanker.
B. Peranan Vitamin C
Sebagai Antioksidan
Vitamin C (L-asam askorbat) merupakan suatu antioksidan penting yang
larut air.
Vitamin C secara efektif memungut formasi ROS dan radikal bebas. Reaksi
reversible dari oksidasi askorbat (Vitamin C) di tunjukan dalam gambar berikut:
Vitamin C secara efektif menangkap radikal-radikal O2-,
OH-, peroksil, dan oksigen singlet. Dengan mengikat radikal peroksil
dalam fase berair dari plasma atau sitosol, vitamin C dapat melindungi membran
biologis dan LDL dari kerusakan peroksidatif.
Konsentrasi vitamin C yang tinggi dalam plasma akan menurunkan kadar LDL,
menurunkan kadar trigliserida, dan mengurangi agregsi platelet, serta
meningkatkan high density lipoprotein (HDL) (Jansen Silalahi, 2012).
Sebagai
antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan
satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat
menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler.
Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil,
monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi dengan
Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif,
mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam tokoferol
teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan.
Askorbat
dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan atau tanpa
katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam aktivitas
dengan cara mengubah tokoferol menjadi bentuk tereduksi. Reaksinya ternadap
senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen lainnya. Askorbat
juga melindungi makromolekul penting dari oksidatif. Reaksi terhadap radikal
hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi.
Vitamin
C bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang teroksidasi radikal
bebas dapat beraksi dengan vitamin C kemudian akan berubah menjadi tokoferol
setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin.
Sebagai
zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan anion
superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida. Sebagai
reduktor, asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk
semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami
reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil.
Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Oleh
karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya
sangat penting dalam menjaga integritas membran sel.
Reaksi
askorbat dengan superoksida secara fisologis mirip dengan kerja enzim super oksida dismutase (SOD) sebagai berikut:
2Oˉ2
+ 2H+ + Askorbat → 2H2O2 + Dehidroaskorbat
(sumber: Susanto A. dkk, 2009)
Reaksi
dengan hidrogen peroksida dikatalisis oleh enzim askorbat peroksidase:
H2O2
+ 2 Askorbat → 2H20 + 2 Monodehidroaskorbat
(sumber: Susanto A. dkk, 2009)
Askorbat
ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan kompartemen ekstraseluler.
Kloroplas mengandung semua enzim yang berfungsi untuk meregenerasi askorbat
tereduksi dan produk-produk terioksidasi. Hidrogen peroksida juga dihancurkan
dalam kloroplas melalui reaksi redoks askorbat dan pemanfaatan kembali
glutation. Superoksida diubah menjadi hidrogen peroksida secara spontan melalui
reaksi dismutasi atau oleh enzim SOD. Hidrogen peroksida ditangkap oleh
askorbat dan enzim askorbat peroksidase. Dalam hal ini monodehidroaskorbat
memiliki 2 jalur regenerasi. Salah satunya melalui monodehidrosiaskorbat
reduktase, yang lainnya melalui dehidroaskorbat reduktase dan glutation,
sementara yang berperan sebagai donor elektron adalah NADPH. Jalur ini juga
memberikan 2 manfaat, yaitu detoksifikasi hidrogen peroksida yang diduga
berperan dalam reaksi Feton dan oksidasi NADPH.
V.
Angka
Kebutuhan Vitamin C
Kebutuhan vitamin C
adalah 75 mg/hari untuk perempuan dan 90 mg/ hari untuk laki-laki. Perokok
membutuhkan tambahan 35 mg/hari akibat stress oksidatif dan perbedaan metabolik
lainnya. Dosis maksimal untuk vitamin C adalah 2000 mg/hari. Asupan vitamin C
yang lebih tinggi mungkin bermanfaat untuk terapi atau pencegahan
penyakit-penyakit tertentu, terutama kanker dan gangguan pernapasan (Dr Wandy,
2011).
Efek samping jika kadar vitamin C dalam tubuh tidak
dalam kondisi normal (dewasa
: 0,6-2 mg/dL dalam plasma dan 0,2-2 mg/dL dalam serum, anak : 0,6-1,6 mg/dL
dalam plasma) didalam
Lestari T. 2011 :
A. Pada keadaan defisiensi (suatu keadaan dimana kadar vitamin
C dalam darah seseorang berkurang dari kadar normalnya), pemberian vitamin C akan menghilangkan
gejala penyakit dengan cepat.
Defisiensi
vitamin C mengakibatkan timbulnya penyakit yang disebut skorbut (scurvy),
penuaan, serta penurunan daya tahan tubuh.
B. Efek
samping penggunaan vitamin C sebelum makan adalah rasa nyeri pada epigastrium.
C. Overdosis
vitamin C dapat menimbulkan efek toksik yang serius, yaitu batu ginjal,
hiperoksaluria, diare yang berlangsung terus menerus (severe diarrhea), serta
iritasi mukosa saluran cerna. Untuk mengatasinya, penderitanya cukup meminum
air yang banyak agar vitamin C yang dikonsumsi segera dilarutkan oleh air dan
diekskresikan melalui urine, keringat, dan feses.
VI.
DAFTAR
PUSTAKA
Ambarsari, Indrie, dkk. 2007. Kajian Perilaku Konsumen dalam Membeli Produk Olahan Sari Buah Jambu
Biji Merah. Pengembangan Produk Holtikultura Unggulan Lokal Melalui
Pemberdayaan Petani. Surakarta
Anonym. 2012. Universitas Sumatera Utara
Anonym. 2000. Jambu
Biji / Jambu Batu ( Psidium Guajava L. ). Ttg Budidaya Pertanian. Kantor
Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Jakarta
Lestari, Tika C A. 2011. Hubungan Pemberian Jus Jambu Biji Merah (Psidium Guajava Linn) Terhadap
Kadar Kolesterol Mencit (Mus Musculus) Diabetik. Universitas Sumatera
Utara: Fakultas Kedokteran Medan.
Parimin. 2012. Jambu
Biji Budidaya. Bogor: Niaga Swadaya.
Ripani. 2011. Efek
Samping Suntik Vit C. Pemutakhiran Terakhir.
R. Zakaria Fransiska, dkk. 2000. Intervensi Sayur Dan Buah Pembawa Vitamin C Dan Vitamin E Meningkatkan
Sistem Imun Populasi Buruh Pabrik Di Bogor. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XI, No. 2. Bogor
Safaryani, N , dkk. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar Vitamin C
Brokoli (Brassica oleracea L). Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. XV.
No.2.
Susanto, A. dkk. 2009. Vitamin C Sebagai
Antioksidan. Universitas Sebelas Maret: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian.
Wandy. 2011. Antioksidan II (Vitamin C).
Jansen Silalahi. 2012. Makanan fungsional. Yogyakarta: Kanisius.
No comments:
Post a Comment